Sayang, tak bisakah kau lihat kita terlalu lama terkungkum dalam tabung simulakrum. maka dari itu aku jengah. lalu memutuskan untuk keluar dari sana. merentangkan jarak, merangkak keluar.
Heran ya, betapa kita tak bisa meramalkan apa mau Tuhan. Bahkan ketika kuputuskan untuk sampai di ujungku, putus asa dan pada akhirnya berhenti. Ia tetap menghendakiku untuk tetap berusaha menemukan jawaban. Apakah itu berarti aku sudah menemukan? Entahlah. yang kutahu Tuhan tak ingin aku berhenti. semoga kamupun begitu.
Sayang, ingatkah kau pernah bercerita tentang cermin hidup? Perlu kau tahu, sebenarnya aku tak pernah benar-benar mengerti apa maksudmu. Hingga tadi malam, semalaman suntuk aku berpikir, menggali memori, kemudian menyadari refleksi itu. Dan sekarang akhirnya aku mengerti maksudmu. Ah, lagi-lagi aku dibuat heran, betapa pemahaman memerlukan waktu dan cara yang tak dapat ditebak untuk bisa dicapai.
Sayang, kusapa kau sekali lagi dalam realita yang berbeda. Lucu, rasanya seperti bertemu teman lama. Apa kabar? Masihkah aku ada?
*Istilah simulakrum pertama kali saya temukan dalam salah satu seri Supernova yang berjudul Ksatria, Putri, Bintang Jatuh yang merupakan mahakarya Dewi Lestari (saya sengaja menyebutnya maha karena saya sendiri seorang fanatik karya-karya beliau terutama Supernova). Jean Baudrillad dalam bukunya yang berjudul Simulacra and Simulation menjelaskan pengertian simulakrum sebagai dunia yang dibangung dari sengkarut nilai, fakta, tanda, citra, dan kode. Di mana di dalam dunia ini tidak peduli lagi terhadap kategori-kategori nyata, semu, benar, dan salah. Hal ini berkaitan dengan hiperealitas yang digunakan di dalam semiotika dan filsafat pascamodern untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotesis untuk membedakan kenyataaan dan fantasi.
.
No comments:
Post a Comment