Monday, July 19, 2010

Layanan Pendidikan pada Masa Trotz I




Menurut para ahli psikologi, individu biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang biasanya disebut Trotz. Masa ini terjadi dalam dua periode, yaitu periode pertama yang terjadi pada usia 2 – 3 tahun dan periode kedua yang terjadi pada usia antara 14 – 17 tahun.
Kali ini hanya akan dibahas periode pertama saja, yaitu usia 2-3 tahun. Pada masa ini orang tua dituntut untuk mengendalikan kesabarannya. Pada masa ini pula anak mengalami golden age dimana semua informasi diserap dengan cepat, oleh karena itu butuh arahan dan bimbingan yang tepat dari orangtua selaku pendidik utama dan utama.
Pada masa ini ciri utama yang terlihat adalah:
  1. anak mulai sadar akan ke-aku-annya. Anak menjadi egois, selalu mendahulukan kepentingan diri sendiri .
  2. mulai mengetahui perbedaannya dengan orang lain
  3. mulai mencari kemampuan dirinya.
  4. bersifat menentang, keras kepala, dan menolak pendapat orang lain
Layanan pendidikan pada masa ini dapat dirangkum dalam poin-poin berikut :
  • Sesuatu yang tidak prinsip dibiarkan saja, sedangkan untuk yang prinsip diajak dengan bujukan
Sesuatu yang tidak prinsip di sini, misalnya jika anak tidak mau tidur siang, dan lebih memilih bermain.
DO : Tidak ada salahnya membiarkannya bermain-main sendiri. Jika dirasa perlu untuk tidur, maka mulailah dengan berbaring di kamar terlebih dahulu, kemudian meminta si anak untuk menemani. Mungkin awalnya tidak akan dipedulikan, namun ketika anak mulai bosan dengan mainannya, maka ia akan mengikuti ibunya untuk turut serta tidur siang.
Sedangkan hal yang prinsip, misalnya, mandi sore.
DO : Jika anak menolak untuk mandi, bisa diatasi dengan bujukan yang logis dan menyenangkan, (misalnya "iih...ade' kalo nggak mandi nanti bau lho. Nanti kalo bau temennya nggak ada yang mau deketin ade ")
  • Lebih baik menggunakan bujukan daripada perintah
DON’T : Dalam mengarahkan anak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jangan pernah menggunakan kata-kata kasar seperti, "awas!, "hush!", "rasain kamu!".  Perasaan anak kecil apda masa ini sangat halus, sehingga perkataan kasar kita sangat mungkin menyakiti perasaannya. Selain itu, proses copying berkembang pada masa ini, sehingga kata-kata yang diucapkan orang lain sangat mudah melekat dalam ingatannya. Tentu orang tua tidak mau anaknya menjadi individu yang berperangai kasar kepada orang lain.
DO : Pada masa ini, hendaknya anak sudah mulai dilatih untuk lebih mandiri. Pengarahan dan bimbingan orangtua sangat dibutuhkan. Jika kita ingin anak melakukan sesuatu, misalnya menyuruh anak untuk menaruh piring kotornya, maka jangan langsung menyuruhnya dengan kalimat perintah, melainkan dengan ajakan ("ayo, bareng-bareng sama mama naruh piring di belakang!"). Orang tua diharapkan ikut berpatisipasi dalam kegiatan sehingga bisa membentuk kebiasaan bagi anak dengan lebih efektif karena anak merasa bekerja bersama-sama.
  • Menghadapi anak yang marah bukan dengan amarah pula, melainkan dengan diberi pengarahan melalui cerita dan dongeng
DON’T : Jangan pernah menimpali kemarahan anak dengan sesuatu yang tidak logis, ("kalo suka marah-marah nanti jadi kera lho!"). Bisa dibayangkan jika ketika dia melihat orang lain yang sedang mengomel (atau bahkan ibunya sendiri) kemudian meneriaki mereka ‘kera!!’
DO : Hadapi kemarahan anak dengan bahasa yang mudah dimengerti anak dan harus masuk akal, ("kalo adek suka marah, nanti nggak punya temen lho, temen-temen adek nanti takut dimarahin ade"). Selain itu menghadapi anak bisa dengan cerita yang dikaitkan dengan kondisi anak. Sehingga anak merasa tertarik dan melupakan kemarahannya.
  • Apabila anak minta sesuatu yang tidak boleh, diberi penjelasan yang logis sesuai dengan kemampuan pikirannya
DON’T : Misalnya, seorang anak yang merengek minta dibelikan jajanan pinggir jalan, jangan melarang anak dengan cara membohonginya, (“jangan beli itu, rasanya pahit!”. Coba bayangkan kalo anak tadi mendatangi penjual makanan yang dimaksud dan bertanya padanya apakah benar makanan yang dijualnya rasanya pahit).
DO : Berikan penjelasan apa adanya dengan bahasa yang dimengerti anak. Dalam hal ini orang tua juga diharuskan untuk konsekuen dengan peraturan dan arahan yang diajarkan pada anak. Jika sudah melarang anak untuk tidak boleh makan suatu jenis makanan, maka orang tua dilarang untuk makan makanan tersebut di depan si anak.
  • Usahakan tidak mengganggu anak yang sedang bermain di 'dunia'nya sendiri
Kadang sering seorang anak terlalu larut dalam permainannya sendiri, misalnya terlalu asik bermain dengan bonekanya sehingga tidak mempedulikan orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tuanya. Dalam hal ini, orang tua diharapkan maklum dan membiarkan anak meneruskan permainannya.
DON’T : Jangan kemudian karena jengkel karena perkataannya tidak digubris kemudian mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal, (”kalo nggak dengerin mama nanti telinganya dimakan kelinci lho!”).
DO : Jika memang harus menghentikan permainannya, maka pertama yang harus dilakukan adalah menarik perhatiannya. Mungkin dengan menyanyikan lagu yang kira-kira bisa mengalihkan perhatiannya dari permainannya. Untuk itu, di sini sangat dituntut kekreatifan orang tua dalam membuat kreasi yang kira-kira diminati anak.

No comments:

Post a Comment