Saturday, January 23, 2010

first quote

Well, welcomeback to me… (mau say ‘hello readers’ kok berasa kepedean ya saya…hehehe…)

Baik, jadi setelah sekian lama nggak ngepos – gara-gara email ga jelas yang berdampak pada pemblokiran blog lama - jari-jari saya tiba-tiba terdorong untuk kembali menari di atas tuts computer yang mulai tampak asing. Teringat janji saya kepada ibu bahwa saya akan berusaha untuk mengembangkan kemampuan (???)meracau menulis saya dengan membuat blog yang berkonsentrasi pada psikologi, pilihan studi yang sudah saya cita-citakan sejak saya kelas 1 SMP.

Namun pada kenyataannya, baru dua postingan yang berhasil saya keluarkan (itu saja Cuma satu yang sesuai tema). Selalu saya berpikir untuk melakukannya besok saja, ketika sudah benar-benar mendapat materi yang konseptual dan berisi.

Sering juga saya menyiapkan archive-archive kecil-kecilan tapi lagi-lagi proyek stop karena kebiasaan buruk saya;kediskontinuitas (maaf jika sebenarnya tak ada termologi seperti ini). Selalu setelah saya buat archive, mandeg di tengah jalan karena merasa kurang layak. Berjanji akan melanjutkannya esok hari, namun lama-lama terlupa.

Selain itu keterbatasan fasilitas sering saya salahkan untuk kondisi ini…”besok sajalah, saat lepi sudah ada di genggaman..hahaha” yang tanpa sadar telah menjadi beban pribadi; utang saya kepada ibu dan kepada diri sendiri.

Sampai tadi setelah saya membaca Perahu Kertas karangan Dee. Baru sampai bab sebelas dari empat puluh enam bab sih, tapi saya ingin mengungkapkan sedikit uneg-uneg saya terkait novel ini (belagu amatt). Sebelumnya saya pikir ini lanjutan dari Supernova, eh ternyata bukan. It’s really different with another Dee’s creature. Meskipun saya baru baca seri Supernovanya sih, hehehe….

Membaca novel ini saya jadi teringat novelnya Esti Kinasih (Fairish, Cewekkk, Still); Remaja, cinta, realistis, dan renyah. Padahal saya sudah bersiap menghadapi serbuan kata-kata Dee yang cerdas, berat, namun memberikan kesan berbeda. (Asal tahu saja ya, dulu saya baca Supernova sampai bawa-bawa Kamus istilah dan KBBI segala…ini serius!)

Namun ternyata Perahu Kertas memberikan hal yang berbeda dari yang saya kira. Novel ini benar-benar merupakan sebuah pembuktian bahwa Dee memang tidak ingin terperangkap dalam satu lintasan saja. Saya setuju sekali bahwa Dee adalah penulis lintas usia, lintas segmen.

Satu hal lagi tentang Perahu Kertas, yaitu bahwa novel ini mengingatkan saya pada novel buatan sendiri yang pernah saya tulis waktu kelas 3 SMP dulu.Entah apanya yang membuat memori saya langsung terpancang pada novel yang sudah sekian tahun mati suri itu. Novel remaja yang pembacanya adalah tetangga dan teman-teman sekolah saya sendiri. Teringat dulu bagaimana teman-teman saya menagih kelanjutan cerita yang masih nggantung itu. Dan sampai sekarang pun masih belum mencapai antiklimaksnya. Padahal saya sudah membuat rancangan endingnya dengan rapi.

Namun saya benar-benar dikejutkan ketika membaca semacam kata penutup novel ini dari Dee, bahwa ternyata Perahu Kertas adalah novel buatannya yang sempat mati suri, yang dia buat pertama kali waktu kuliah di Unpar. Dan pembacanya adalah teman-teman kosnya sendiri. Baru sekarang dia merombak ulang tulisannya itu. Pantas saja novel ini menggunakan setting agak lampau.
Dan entah kenapa saya senang sekali dengan fakta ini…=)

Seperti menggunggah semangat saya untuk kembali menulis lagi. Untuk mengurai janji yang pernah saya ucapkan pada ibu dan diri saya sendiri. Untuk mengatakan bahwa ‘tidak ada yang sia-sia’. Yah, meskipun saya tidak tahu teknhik menulis, namun dengan banyak belajar dari karya orang lain dan memberanikan diri untuk MULAI, saya yakin bisa membuat tulisan saya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi…
……Keep moving forward…percayalah, bahwa nggak ada hal sia-sia jika kamu serius menjalaninya….

regrads,

No comments:

Post a Comment