Friday, January 29, 2010

Tentang John Nash, Beautiful Mind, dan Skizofrenia


Pernah nonton Beautiful Mind? Film Romance-psychology yang dibintangi sama Russell Crowe. Film ini bercerita tentang seorang matematikawan genius bernama John Nash (Russell Crowe) yang menderita Skizofrenia

Berawal di Universitas Princeton. John termasuk salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa di universitas terkemuka di Amerika Serikat itu. Meskipun terkenal di kalangan mahasiswa karena kejeniusannya, John cenderung menutup diri dalam pergaulan. Sikapnya yang penyendiri dan arogan membuatnya tidak disukai oleh teman-teman mahasiswanya. Satu-satunya teman dekat John adalah Charles,rekan satu kamarnya. Namun dalam kenyataanya tidak ada mahasiswa yang bernama Charles. Yang dengan kata lain ia hanyalah teman khayalan John. 

Tokoh khayalannya yang lain adalah seorang pemimpin agen rahasia bernama William Parcher yang selalu mengejarnya. John sendiri menganggap dirinya sebagai mata-mata Rusia yang tugasnya menemukan kode di surat kabar. Keadaan ini terus berlanjut sampai akhirnya terungkap bahwa dirinya mengidap Skizofrenia. Penyakit ini menyebabkan John kehilangan pekerjaannya bahkan dicap gila oleh lingkungan sekitar. 


Yang menarik dalam film ini adalah tokoh Alicia, istri John, yang meskipun dalam keadaan terpuruk masih setia merawatnya bahkan menanggung beban sebagai kepala rumah tangga sekaligus merawat anak mereka. Di sini sungguh ditunjukkan betapa kuatnya sosok Alicia sebagai seorang istri dan ibu. Dan karena Alicia juga lah John sanggup menyembuhkan kelainiannya, bukan dengan obat dan terapi medis,tapi dengan mengabaikan khayalan-khayalannya. Hingga akhirnya John bisa kembali mengajar dan meraih nobel atas jasanya di bidang matematika.

And guess what? It’s inspired by a true story. Soon i searched in google clicking John Nash. Dan setelah membacanya sekilas, ternyata ada perbedaan yang signifikan antara yang diceritakan di film dengan kisah aslinya. Beberapa bahkan lebih mencengangkan daripada di film.

Diterangkan bahwa penyakit skizonfrenia John disebabkan oleh stress akibat kekhawatirannya terhadap pekerjaan serta kehamilan Alicia, bukan dimulai sejak dia masih mahasiswa seperti yang diceritakan dalam film. Jadi tokoh khayalan Charles sebenarnya tidak ada. Keanehan John dimulai pada saat pesta malam tahun baru. Di pesta itu dia memakai baju bayi dan sepanjang malam hanya tidur di pangkuan Alicia sambil menghisap jempolnya. Setelah kejadian itu, John menyuruh seorang mahasiswanya untuk menggantikan posisinya kemudian menghilang untuk beberapa saat. Ketika tiba-tiba kembali, John membawa kabar mengejutkan bahwa dirinya mendapat pesan dari luar angkasa yang dikirimkan oleh para alien melalui New York Times. John bahkan pernah menolak untuk menduduki jabatan tinggi di universitas Chigago dikarenakan dia merasa dirinya adalah seorang Kaisar Antartika!

Yang membuat kecewa adalah kisah cinta John yang sebenarnya dengan Alicia. Dalam kenyataannya, sebelum menikahi Alicia, John pernah berhubungan dengan seorang wanita bernama Eleanor Stier, yang ditemuinya saat mengajar di MIT. Bahkan hubungan itu telah menghasilkan seorang anak laki-laki. Ironisnya, John enggan mengaku bahwa anak itu adalah anak hasil hubungannya dengan Eleanor.

Beberapa saat kemudian barulah John bertemu dengan Alicia dan menikahinya pada tahun 1957. Namun setelah bertahun-tahun hidup bersama dengan kondisi mental John yang semakin parah, pada tahun 1962, Alicia memutuskan untuk bercerai dengannya. John sendiri akhirnya kembali pada Eleanor bersama anak mereka kemudian pindah ke Eropa. Meskipun pada akhirnya Alicia membuktikan kemurahan hatinya dengan menerima John kembali bersama Eleanor dan putranya serta menyelamatkan mereka dari masalah ekonomi yang hampir membuat mereka menjadi gelandangan.

Next question, what is Skizonfrenia?

Well, skizonfrenia ialah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ini merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi dan halusinasi.

Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor.
Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungan karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.Nah lho, bagi para remaja dan para orangtua perlu waspada.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang indikasi penyakit ini, bisa dilihat dari gejala-gejala berikut : ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi (seperti wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh),penyimpangan komunikasi (seperti sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang), penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan perhatian, gangguan perilaku (misalnya menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mangganggu dan tidak disiplin), halusinasi, delusi, gangguan pemikiran,kurang tidur atau tidak mampu mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara.

Overall..kayaknya skizofrenia bakalan jadi project faforitku yg baru nih...hehehehe....

Saturday, January 23, 2010

first quote

Well, welcomeback to me… (mau say ‘hello readers’ kok berasa kepedean ya saya…hehehe…)

Baik, jadi setelah sekian lama nggak ngepos – gara-gara email ga jelas yang berdampak pada pemblokiran blog lama - jari-jari saya tiba-tiba terdorong untuk kembali menari di atas tuts computer yang mulai tampak asing. Teringat janji saya kepada ibu bahwa saya akan berusaha untuk mengembangkan kemampuan (???)meracau menulis saya dengan membuat blog yang berkonsentrasi pada psikologi, pilihan studi yang sudah saya cita-citakan sejak saya kelas 1 SMP.

Namun pada kenyataannya, baru dua postingan yang berhasil saya keluarkan (itu saja Cuma satu yang sesuai tema). Selalu saya berpikir untuk melakukannya besok saja, ketika sudah benar-benar mendapat materi yang konseptual dan berisi.

Sering juga saya menyiapkan archive-archive kecil-kecilan tapi lagi-lagi proyek stop karena kebiasaan buruk saya;kediskontinuitas (maaf jika sebenarnya tak ada termologi seperti ini). Selalu setelah saya buat archive, mandeg di tengah jalan karena merasa kurang layak. Berjanji akan melanjutkannya esok hari, namun lama-lama terlupa.

Selain itu keterbatasan fasilitas sering saya salahkan untuk kondisi ini…”besok sajalah, saat lepi sudah ada di genggaman..hahaha” yang tanpa sadar telah menjadi beban pribadi; utang saya kepada ibu dan kepada diri sendiri.

Sampai tadi setelah saya membaca Perahu Kertas karangan Dee. Baru sampai bab sebelas dari empat puluh enam bab sih, tapi saya ingin mengungkapkan sedikit uneg-uneg saya terkait novel ini (belagu amatt). Sebelumnya saya pikir ini lanjutan dari Supernova, eh ternyata bukan. It’s really different with another Dee’s creature. Meskipun saya baru baca seri Supernovanya sih, hehehe….

Membaca novel ini saya jadi teringat novelnya Esti Kinasih (Fairish, Cewekkk, Still); Remaja, cinta, realistis, dan renyah. Padahal saya sudah bersiap menghadapi serbuan kata-kata Dee yang cerdas, berat, namun memberikan kesan berbeda. (Asal tahu saja ya, dulu saya baca Supernova sampai bawa-bawa Kamus istilah dan KBBI segala…ini serius!)

Namun ternyata Perahu Kertas memberikan hal yang berbeda dari yang saya kira. Novel ini benar-benar merupakan sebuah pembuktian bahwa Dee memang tidak ingin terperangkap dalam satu lintasan saja. Saya setuju sekali bahwa Dee adalah penulis lintas usia, lintas segmen.

Satu hal lagi tentang Perahu Kertas, yaitu bahwa novel ini mengingatkan saya pada novel buatan sendiri yang pernah saya tulis waktu kelas 3 SMP dulu.Entah apanya yang membuat memori saya langsung terpancang pada novel yang sudah sekian tahun mati suri itu. Novel remaja yang pembacanya adalah tetangga dan teman-teman sekolah saya sendiri. Teringat dulu bagaimana teman-teman saya menagih kelanjutan cerita yang masih nggantung itu. Dan sampai sekarang pun masih belum mencapai antiklimaksnya. Padahal saya sudah membuat rancangan endingnya dengan rapi.

Namun saya benar-benar dikejutkan ketika membaca semacam kata penutup novel ini dari Dee, bahwa ternyata Perahu Kertas adalah novel buatannya yang sempat mati suri, yang dia buat pertama kali waktu kuliah di Unpar. Dan pembacanya adalah teman-teman kosnya sendiri. Baru sekarang dia merombak ulang tulisannya itu. Pantas saja novel ini menggunakan setting agak lampau.
Dan entah kenapa saya senang sekali dengan fakta ini…=)

Seperti menggunggah semangat saya untuk kembali menulis lagi. Untuk mengurai janji yang pernah saya ucapkan pada ibu dan diri saya sendiri. Untuk mengatakan bahwa ‘tidak ada yang sia-sia’. Yah, meskipun saya tidak tahu teknhik menulis, namun dengan banyak belajar dari karya orang lain dan memberanikan diri untuk MULAI, saya yakin bisa membuat tulisan saya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi…
……Keep moving forward…percayalah, bahwa nggak ada hal sia-sia jika kamu serius menjalaninya….

regrads,